Dillema Bangunan Tinggi di Sekitar Lintasan MRT

  • Oleh :

Rabu, 05/Jun/2013 07:45 WIB


Pernyataan Wakil Gubernur DKI pada tanggal 1 Juni 2013 tentang larangan gedung tinggi dilintasan MRT di berbagai media mengundang dilemma karena bertentangan dengan konsep Transit Oriented Development.Seyogyanya pengembangan MRT perlu dioptimalkan dengan menaikkan koefisien luas bangunan karena pengoperasian MRT memberikan peluang yang sangat besar dalam pengembangan berbagai peluang bisnis dan berbagai kegiatan karena aksesibilitas yang jauh lebih baik.Berbagai kota bahkan mengejar strategi pembangunan berorientasi transit (TOD) sebagai cara untuk mencapai berbagai tujuan, termasuk peningkatan daya saing ekonomi melalui peningkatan kualitas hidup, mengurangi kemacetan, biaya transportasi yang lebih rendah.Seharusnya Jakarta perlu mempersiapkan suatu strategi yang jelas untuk mengantisipasi penyelesaian MRT di Jakarta dengan mereview kembali Rencana Umum Tata Ruang disekitar lintasan yang dibangun sehingga pada saat pengoperasian MRT dimulai pada tahun 2017 perubahan tata ruang sudah terjadi.Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Pemprof DKI Jakarta dalam perubahan RUTR adalah: peningkatan Koefisien Luas Bangunan, memberikan insentif kepads investor properti dengan KLB tinggi serta mengajak investor properti untuk berinvestasi disepanjang koridor yang belum berkembang khususnya antara Lebak Bulus sampai Bundaran Senayan.Disamping itu perlu melakukan perubahan kebijakan penetapan NJOP, tinggi disekitar koridor MRT sehingga menjadi disinsentif bagi bangunan dengan KLB rendah.Dengan beberapa langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah penumpang, meningkatkan pendapatan asli daerah dari pajak bumi dan bangunan sehingga menjadikan MRT Jakarta sebagai suatu TOD projek sebagaimana sangat didambakan kota-kota metropolitan dunia.Iskandar Abubakar / @iskandarabu