INSA Sukses Perjuangkan CIF

  • Oleh :

Jum'at, 28/Feb/2014 18:55 WIB


JAKARTA (beritatrans.com) - Pejuangan pengurus Indonesian National Shipowners Association (INSA) bersama asosiasi lainnya berbuah manis. Pemerinta akhirnya mewajibkan eksportir mencantumkan nilai transaksi ekspor dalam bentuk CIF mulai awal Maret 2014. Kewajiban menggunakan term of delivery CIF (cost, insurance, and freight) diungkapkan Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak, Jumat (28/2/2014).Menurut Nus Nuzulia, penerapan term of delivery CIF dalam kegiatan ekspor mendorong penggunaan jasa angkutan dan asuransi milik Indonesia. Dengan aturan ini, defisit neraca jasa dikurangi hingga 8,6 juta dolar ASBerdasarkan data pemberitahuan ekspor barang (PEB) dari Bank Indonesia, vivanews.com merilis pada Januari-Juli 2013 disebutkan 80 persen ekspor Indonesia dilakukan berdasarkan free on board (FOB), 12 persen menggunakan cost and freight (CFR), dan 8 persen menggunakan CIF.Sekadar informasi, FOB adalah sistem pengiriman barang di mana eksportir membayar biaya pengiriman barang di pelabuhan asal. Sementara itu, importir membayar biaya pengeluaran barang di pelabuhan bongkar negara tujuan.Selanjutnya, CFR adalah sistem pembayaran di mana eksportir membayar biaya pengapalan barang dan importir yang membayar asuransinya.Sebelum kebijakan tersebut diterapkan dalam kegiatan ekspor, tahap awal dilakukan peningkatan kualitas data ekspor melalui pengisian nilai pengangkutan dan asuransi pada formulir PEB, sehingga diharapkan akan tergambarkan potensi ekonomi di sektor jasa angkutan dan asuransi. Ketentuan ini juga diharapkan dapat merangsang pertumbuhan industri pengangkutan atau perkapalan."Melalui mekanisme peningkatan kualitas data untuk freight dan asuransi ini, para pelaku usaha dapat menyampaikan informasi besaran nilai freight serta asuransi pada aktivitas ekspor dalam pengisian formulir PEB sebagai dasar dalam pembuatan keputusan yang tepat," kata dia.Dia menuturkan, dengan upaya itu, pelaku usaha yang bergerak di bidang jasa dapat memanfaatkan penerimaan devisa ekspor, mengurangi tekanan pada neraca pembayaran, menumbuhkan usaha jasa transportasi, perbankan dan asuransi Indonesia serta membuka lapangan kerja. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Permendag Nomor 01/M-DAG/PER/1/2014 tentang tata cara penetapan nilai freight dan asuransi dalam pengisian pemberitahuan ekspor barang terkait penggunaan term of delivery CIF dalam pelaksanaan ekspor. Kemudian, Permendag Nomor 07/M-DAG/PER/1/2014 mengenai penetapan nilai freight dan asuransi dalam pengisian ekspor barang terkait penggunaan term of delivery CIF untuk pelaksanaan ekspor.Upaya itu juga tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41 Tahun 2014 perihal tata cara pengisian nilai transaksi ekspor dalam bentuk CIF yang berlaku mulai 1 Maret 2014."Implementasi peraturan-peraturan tersebut tidak akan memberatkan pelaku ekspor dikarenakan pengaplikasian perhitungan nilai tersebut relatif mudah," kata mantan Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan ituDESAKAN INSAPerubahan term of delivery dari FOB ke CIF itu sebelumnya gencar diminta Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto.Dia mengutarakan implementasi term CIF untuk ekspor tidak hanya berdampak bagi peningkatan nilai devisa yang tercatat, tetapi juga ke sektor ekonomi lainnya sehingga program ini seharusnya dapat lebih cepat dilaksanakan.Dia mengaku telah melakukan pembicaraan dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa beberapa waktu itu. Pak Hatta minta agar program term CIF untuk ekspor ini, tidak berhenti pada urusan freight yang tercatat, tetapi harus segera terealisasi, katanya.Di sisi lain, INSA juga sudah melakukan pembicaraan dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Mendag mendukung program ini. Kami berharap, Kementerian Perdagangan tidak kehilangan semangat untuk mewujudkan program term CIF untuk ekspor, katanya.Menurut dia, program CIF ini telah mendapat dukungan dari seluruh kementerian terkait karena kebijakan tersebut akan memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian nasional sepertinya meningkatkan devisa, pajak, industry kapal, logistic, kepelabuhanan dan perdagangan.Karena itu, INSA berharap roadmap penerapan term CIF segera dirampungkan. Tetapi, tanpa menunggu proses penetapan roadmap ini dilakukan, uji coba penerapan system CIF seharusnya bisa dilakukan atas sejumlah komoditas ekspor, jelasnya.Berdasarkan kajian Kementerian Perdagangan (Kemendag), implementasi term of trade CIF (Cost Insurance and Freight) pada aktivitas ekspor Indonesia diperkirakan mampu menambah devisa negara sebesar 10% dari nilai ekspor atau sebesar US$20 miliar.Seperti diketahui, pada 27 Februari 2013, Kementerian Perdagangan bersama dunia usaha menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) untuk mengubah term of trade ekspor dari sistem FOB menjadi CIF.Sejumlah pihak yang menandatangani MoU itu adalah Menteri Perdagangan, Kadin Indonesia, Indonesian National Shipowners Association (INSA), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) dan Indonesia Exim Bank.Kemendag sendiri telah mengusulkan agar komoditas batubara dan CPO sebagai komoditi percontohan yang akan diekspor dengan menggunakan term of trade CIF mengingat Indonesia saat ini menjadi salah satu pemasok utama kebutuhan dunia atas kedua komoditas tersebut.Sebagai gambaran, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia telah mengekspor sedikitnya 330 juta ton komoditas batu bara per tahun dan 18,14 juta ton CPO (crude plam oil) atau total mencapai 348,14 juta ton.(aw).