Penumpukan Terminal Peti Kemas Pemicu Lambatnya Perbaikan Dwelling Time

  • Oleh :

Kamis, 12/Jun/2014 13:09 WIB


JAKARTA, (beritatrans.com) - Penumpukan peti kemas di kawasan merupakan satu pelabuhan atau lapangan penumpukan terminal peti kemas yang menjadi salah satu pemicu melambatnya perbaikan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok.Sekjen Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo), Syamsul Hadi menjelaskan, untuk menekan dwelling time terhadap padatnya peti kemas impor di Pelabuhan sudah diatur melalui regulasi sesuai Perdirjen Bea dan Cukai No:28/BC/2013 tentang tata laksana pindah lokasi penimbunan barang impor yang belum selesai kewajiban pabeannya dari satu tempat TPS ke TPS lainnya.Bahkan, ia menambahkan, kegiatan tersebut diperkuat melalui Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub No:UM.002/38/18/DJPL-II,tahun 2011 terkait Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan.Syamsul menjelaskan dalam kedua aturan itu ditegaskan bahwa, over brengen peti kemas impor dilakukan saat yard occupancy ratio (YOR) di terminal peti kemas atau TPS asal sudah melebihi 65%, atau peti kemas impor sudah menumpuk lebih dari tujuh hari di terminal peti kemas.

"Tapi, kenyataannya pengelola terminal peti kemas baru akan merelokasi/over brengen di setelah hari ke 11. Kita mensinyalir terminal peti kemas agar menikmati pendapatan dari bisnis storage. Padahal, terminal peti kemas idealnya harus menjalankan bisnis intinya sebagai stevedoring atau bongkar muat," terangnya kepada beritatrans, Kamis (12/6/2014) ketika diwawancarai dalam acara Musyawarah Nasional Aptesindo yang diselenggaralan di Hotel Borobudur Jakarta.
Di tempat yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo), Suryantono, ia menambahkan, kegiatan relokasi peti kemas mampu menekan dwelling time pelabuhan karena kawasan lini satu pelabuhan bisa lebih lengang.Suryantono menuturkan, salah satu penyebab masih tingginya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok karena di picu kebijakan pengelola terminal peti kemas (JICT,Koja,MTI dan MAL) yang mencari pendapatan dari biaya storage atau penumpukan di lini 1 pelabuhan."Ini adalah langkah yang kurang tepat dalam pengelolaan terminal peti kemas," cetusnya.Aptesindo, menurut dia, merupakan pengusaha yang menyiapkan ketersediaan lahan penumpukan peti kemas. Di lini 2 dan luar pelabuhan Priok sebagai buffer atau pendukung untuk menghindari kepadatan di lini satu pelabuhan sekaligus menekan dwelling time."Sekarang sudah ada keputusan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok yang menekankan batasan YOR 65%, apabila melewati batas itu mesti dilakukan relokasi ke TPS tujuan," tandasnya. (leny)

Tags :