Terima Kasih, Pelaut!

  • Oleh :

Senin, 30/Jun/2014 11:06 WIB


JAKARTA (beritatrans.com) - Sebagian dari makanan yang disantap, pakaian yang dikenakan, material untuk membangun rumah dan kebutuhan lain penduduk dunia tersedia berkat jasa transportasi laut. Kapal laut berlayar mengantarkan barang-barang kebutuhan konsumsi dan produksi ke seluruh penjuru dunia. Perdagangan dunia menjadi teramat dinamis.Sekali berlayar, kapal bisa 1.500 kontainer. Bayangkan bila diangkut oleh truk, maka dibutuhkan 1.500 truk. Sedangkan bila ditarik dengan transportasi berbasis rel, butuh ratusan kereta. Kapal pelaut menjadi transportasi paling efisien dan murah.Bahtera-bahtera itu bisa mengarungi samudera karena bekerjanya para pelaut. Pelaut-pelaut bekerja tanpa kenal waktu. Siang dan malam adalah sama bagi mereka saat mengarungi lautan selama berbulan-bulan. Saat bekerja, otomatis harus jauh dari keluarga. Ribuan mil jaraknya. Di antara pelaut itu bahkan tak bisa hadir ketika ada di antara anggota keluarga yang lahir, sakit, bahkan meninggal dunia.Tidak hanya cuaca esktrem dengan gelombang laut begitu tinggi atau badai, mereka juga mesti berhadapan dengan kondisi teramat berbahaya, termasuk serangan dari bajak laut. Kecelakaan kapal di tengah laut begitu tinggi datanya. Cuaca ekstrem dan bajak laut menebar ancam tersendiri untuk keselamatan jiwa mereka.Beberapa lautan di belahan dunia menjadi laut tersibuk sekaligus menjadi sarang bangkai kapal karena seringnya kapal-kapal karam di lautan tersebut. Studi terbaru menyatakan perubahan iklim menjadi faktor yang menambah jumlah kapal yang karam di samping cuaca buruk.Para ilmuwan yang melakukan studi dari Southampton Solent University mencatat di antara lautan tersibuk adalah Laut Cina Selatan dan Hindia Timur, Timur Mediterania, Laut Hitam, Laut Utara dan Laut Inggris menjadi tempat kejadian kecelakaan terbanyak antara tahun 1999 hingga 2011. Terdapat 293 kecelakaan di Laut Cina Selatan dan Hindia Timur dimana lebih dari 70 persen bangkai kapal berubah menjadi terumbu karang yang berkembang.Sedangkan World Shipping Council (WSC) merilis pada kurun tahun 2008 - 2013 terdapat 1.679 kontainer hilang di laut setiap tahun, di antaranya akibat kecelakaan kapal. "Tidak ada yang bisa menghilangkan tantangan cuaca buruk atau risiko korban kapal di laut," ungkap Chris Koch, Presiden dan CEO WSC.BAJAK LAUTBadan Program Tanggap Kemanusiaan Pembajakan Maritim (Maritime Piracy Humanitarian Response Programme/MPHRP)? merilis pada tahun 2013 saja, sekitar 2.000 pelaut diserang bajak laut.Hennie la Grange, pelaksana Direktur Program MPHRP, mengingatkan masih ada 38 pelaut yang ditawan bajak laut asal Somalia. Pelaut yang menjadi korban pembajakan dikhawatirkan terus meningkat seiringan dengan cenderung naiknya aksi pembajakan di Selat Malaka, Teluk Guinea dan tempat lainnya.JASA DIAM-DIAMJasa pelaut dan risiko yang mesti mereka hadapi, begitu besar untuk tetap terus berlangsungnya kehidupan ekonomi dunia. Bahkan sejarah juga mencatat, melalui jasa pelaut ini juga bisa tersebarnya agama-agama ke berbagai penjuru dunia.Tragisnya jasa mereka seperti terlupakan. Seperti dermaga yang tidak pernah ingat bahwa ada kapal yang pernah menyinggahi. Juga laksana kapal yang perlahan hilang di horison bumi saat berlayar menjauh dari dermaga. Untuk membangun kesadaran tentang teramat besarnya peran dan jasa peluat, Organisasi Martim Dunia (International Maritime Organization/IMO) sejak empat tahun lalu menetapkan tanggal 25 Juni merupakan Hari Pelaut (Day of Seafarers). Untuk menyemarakkannya, publik Inggris secara rutin menggelar Seafarers Awareness Week.Inti dari perayaan Seafarers Awareness Week itu adalah menyatakan terima kasih kepada pelaut. Gelaran ini untuk mengingatkan sekaligus mengapresiasi jasa pelaut. Soalnya, hampir 95 persen kebutuhan, terutama makanan, yang dikonsumsi masyarakat Inggris mesti diimpor. Barang-barang impor itu sebanyak 95 persen didatangkan lewat laut.Bagaimana dengan Indonesia? Publik di sini sebagian besar baru mengenal pelaut dari lagu berjudul Nenek Moyangku Seorang Pelaut. Atau bahkan dari lagu Balada Pelaut, yang cuma memberikan bantahan bahwa pelaut bermata keranjang. Masih jauh dari apresiasi tinggi kepada pelaut-pelaut hebat Indonesia, yang di antaranya setiap tahun menyumbangkan devisa triliunan rupiah kepada negara. (agus wahyudin).