Rafi: Kembalikan STPI ke Beasiswa Seperti Dulu

  • Oleh :

Minggu, 21/Sep/2014 22:47 WIB


JAKARTA (beritatrans.com)--Untuk menyiasati kekurangan tenaga professional bidang aviasi baik pilot, air traffic controller (ATC) dan lainnya perlu menggenjot kinerja dan pendidikan di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI). Sekolah penerbangan pertama di Indonesia itu dulu menganut system beasiswa murni. Kini berkembang menjadi Badan Layanan Umum (BLU) dan menarik biaya pendidikan kepada orang tua atau wali siswa/ taruna.Pemerintah Indonesia mendatang hendaknya mengembalikan STPI ke pola beasiswa murni seperti zaman dulu. Tapi disertai pengawasan dan kontrol yang ketat. Semua biaya pendidikan taruna dtanggung Negara, tapi diberlakukan system gugur. Jika tak naik tingkat atau nilai tak mencapai standar, keluar. Dengan begitu, akan memicu semangat para taruna untuk belajar dan mengabdi kepada Negara. Ini menjadi bagian dari strategi penguatan SDM aviasi dan cinta tanah air bagi generasi muda Indonesia, papar alumni STPI tahun 1989 Salahudin Rafi kepada beritatrans.com di Jakarta, kemarin.Direktur Pengembangan Kebandarudaraan dan Teknologi PT Angkasa Pura (AP) II itu menambahkan, STPI perlu dikembalikan ke sistem beasiswa. Jangan bebani taruna dan orang tuanya dengan biaya apapun. Kalaupun ada sponsor, harus dari BUMN, atau semacam ikatan dinas begitu. Bisa dari AP I, AP II atau Garuda Indoensia. Selanjutnya, para alumni nantinya diplot dan dipekerjakan di BUMN terkait."Jika sistem ini diberlakukan, kekurangan pilot, ATC atau lainnya perlahan bisa dipenuhi. Selain itu, minat alumni untuk bekerja di perusahaan asing hanya karena gaji lebih besar akan kurang bahkan tidak ada. Kalau taruna dibebani biaya yang ada dan terjadi di benak mereka adalah bagaimana mengembalikan modal. Akhirnya, mereka lari semua ke perusahaan asing yang menggaji besar. Sementrara di Indonesia kekurangan tenaga pilot, ATC yang handal, terang Raffi.Taruna yang berpestasi terlebih dari keluarga miskin, papar Raffi harus mendapatkan prioritas untuk didik dan bekerja di dalam negeri. Bisa mengabdi di BUMN, Pemerintahan atau UPT. Tapi, sayaratnya mereka diberikan beasiswa penuh sehingga loyalitas dan dedikasi mereka sepenuhnya kepada negara yang telah membiayai pendidikan mereka."Selanjutnya, mereka diminta mengabdi untuk ekbaikan dan kesejahteraan rakyat dan bangsa. Beasiswa itu sebagai pengikat sekaligus pengurbanan negara kepada putra-putri terbaik yang dibutuhkan di masa mendatang. Sebaliknya, para taruna nantinya harus mengabdi untuk kebaikan bangsa dan negara karena telah membiayai pendidikan selama di STPI, papar Raffi.Jika taruna dibebani biaya pendidikan apalagi jumlahnya besar, tentu tidak semua taruna mampu. Kalaupun tidak, dalam fikiran mereka adalah komersial bagaimana mengembalikan modalnya. "Kalau mereka sudah berfikir modal dan kapan break even point (BEP) mereka akan lari ke perusahaan asing yang berani membayar besar. Jadinya seperti sekarang, banyak pilot profesional atau ATC yang lari keluar negeri, terang Raffi."Masalah pengembangan STPI sekaligus antisipasi open sky policy perlu dipikirkan sejak sekarang, terutama pemerintahan Jokowi-JK. Sesuai visi misi mereka adalah meningkatkan SDM untuk daya saing bangsa. Kini saatnya meningkatkan daya saing STPI untuk Indonesia ke depan, tegas Raffi.(helmi)