Menteri Jonan Naikkan Pangkat Kru KPLP Penangkap 2 Kapal Singapura

  • Oleh :

Senin, 09/Mar/2015 16:57 WIB


JAKARTA (beritatrans.com) - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan langsung memberi bonus kenaikan pangkat satu tingkat kepada seluruh kru kapal KPLP penangkap dua kapal Singapura, yang melakukan transhipment di tengah laut."Mereka bekerja luar biasa. Mereka lakukan itu demi bangsa dan negara. Karena itu, kami mengapresiasi mereka dengan memberi kenaikan pangkat satu tingkat," ungkap Jonan kepada beritatrans.com, Senin (9/3/2015).Kenaikan pangkat seperti itu juga diberikan kepada puluhan awak kapal KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai) dan navigasi, yang terlibat begitu aktif dalam proses SAR terhadap korban AirAsia sekaligus mengevakuasi reruntuhan pesawat di tengah laut.Pemberian kenaikan pangkat itu, menteri menegaskan merupakan bagian dari apresiasi negara terhadap PNS, yang memang bekerja luar biasa. "Prestasi seperti itu memang patut dihargai," tegas menteri saat berkunjung ke Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, Marunda, Jakarta Utara.DIACUNGI JEMPOLSebelumnya beritatrans.com memberitakan aksi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan menangkap dua kapal Singapura yang melakukan transhipment illegal di Selat Malaka diacungi jempol oleh sejumlah kalangan.Pakar maritim dan juga Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi (STMT) Trisakti Tjuk Sukardiman menilai, langkah yang dilakukan oleh Ditjen Hubla Kemenhub yang berani menangkap dua kapal milik perusahaan di Singapura yaitu SB Sea Sparrow I dan SB DM 55 Singapore patut mendapat apresiasi tinggi.Apa yang dilakukan Ditjen Hubla melalui kapal patroli KPLP (Kesatuan Pejagaan Laut dan Pantai) di Selat Malaka itu sangat patut diapresiasi, kata Tjuk Sukardiman kepada beritatrans.com di Jakarta, Minggu (8/3/2015).Tjuk mengatakan langkah tegas yang dilakukan oleh Ditjen Hubla merupakan sinyal bahwa pemerintah Indonesia tidak main-main dalam menegakkan hukum di laut. Apalagi pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah berkomitmen untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.Saya yakin, keberanian para petugas KPLP menangkap dua kapal itu tidak terlepas dari sikap pemimpin di atasnya dalam hal ini Menteri Perhubungan dan Dirjen Perhubungan Laut yang berani menegakkan hukum pelayaran dengan tanpa pandang bulu, tutur Tjuk Sukardiman yang juga mantan Dirjen Perhubungan Laut tersebut.Acungan jempol juga diberikan oleh anggota DPR RI. Anggota Komisi V (bidang transportasi) DPR RI Abdul Hakim menyatakan, tindakan tersebut patut mendapat apresiasi, apalagi menyangkut kewibawaan hukum dan kedaulatan Negara.Menurutnya, siapa pun harus menghormati hukum yang berlaku. Sebab menurut anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) ini penegakkan hukum di Indonesia telah berada pada titik nadir yang sangat mengkhawatirkan bagi masa depan Indonesia.Olehkarenanya penghargaan tinggi saya sampaikan kepada para penegak hukum di wilayah kesatuan Indonesia untuk bekerja secara professional, tanpa pilih bulu, berkeadilan untuk terlindunginya kedaulatan NKRI, ujar Abdul Hakim.Dijten Hubla menangkap dua kapal asing yakni kapal SB Sea Sparrow I berbendera Belize dengan bobot 27 GT milik Searching Offshore PTE LTD dan kapal SB DM 55 berbendera Singapura dengan bobot 62 GT milik DM Sea Logistic PTE LTD pada Selasa (3/3/2015). Kedua kapal itu ditangkap oleh petugas patroli Kantor Pelabuhan Batam di Perairan Indonesia pada koordinat 01 13,416 Bujur Timur/103 59 992 Bujur Selatan dengan jarak 2,4 mil dari Tanjung Sengkuang Batam karena diduga melakukan transhipment di tengah laut.Bersamaan dengan penangkapan dua kapal itu, Ditjen Hubla juga menggiring Sembilan orang yang berada di atas kapal. Tiga orang diantaranya merupakan tenaga kerja asing yaitu dari Singapura, India, dan Vietnam. Sedangkan enam orang lainnya adalah warga Negara Indonesia yang bekerja di kedua awak kapal tersebut.Menurut Dirjen Hubla Capt. Bobby R Mamahit, kegiatan mereka berpotensi mengancam keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim di wilayah Republik Indonesia, sebagaimana diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982 atau United Nations Convention on The Law of the Sea (Unclos) 1982.Perbuatan itu juga patut diduga melanggar ketentuan Pidana Pelayaran yang diatur dalam UU No, 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 317 Jo 193; Pasal 302 Jo 117 dan Pasal 287 Jo Pasal 27, ujarnya. (aliy/awe).