Pemerintah Lambat Membangun Infrastruktur Gas

  • Oleh :

Kamis, 12/Mar/2015 09:50 WIB


JAKARTA (beritatrans.com) - Pemerintah dinilai lambat membangun infrastruktur distribusi elpiji menyebabkan harga produk meningkat tajam. Proses distribusi dan angkutan elpiji dari depo, ke agen dan pengecer juga tidak efisien, sehingga prosesnya lambat sampai ke tangan konsumen. "Implikasinya harga mahal dan keuntungan atas kenaikan harga elpiji justru dinikmati oleh para spekulan," kata pengamat ekonomi migas Salamudin Daeng di Jakarta, Rabu (11/3/2015) petang.Dikatakan, tidak adanya sanksi hukum terhadap pelanggaran pengunaan elpiji 3 kg menyebabkan peralihan penggunaan ke elpiji 3 kg terus berlangsung. "Disparitas harga antara elpiji 3 kg dengan elpiji 12 kg tidak harus dipermasalahkan oleh Pemerintah dan elit politik. Jangan adu domba rakyat miskin dengan orang kaya terhadap penggunaan elpiji 3 kg," kata Daeng.Penggunaan elpiji 3 kg, menurut Daeng, sudah menghasilkan penghematan subsidi yang teramat besar bila dibanding gunakan minyak tanah. "Sepanjang elpiji 3 kg dipergunakan untuk keperluan rumah tangga baik rumah tangga orang kaya atau rumah tangga orang miskin, pemerintah harus memberikan hak itu kepada rakyatnya," jelas dia."Pemerintah harus fleksible terhadap besaran subsidi elpiji 3 kg dan juga alokasi atau kuota elpiji 3 kg. Kekosongan elpiji 3 kg yang terjadi harus segera diatasi dengan tanpa mempertimbangkan secara ketat kuota yang ditetapkan," pinta Daeng.Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap distribusi elpiji subsidi, lanjut dia, menyebabkan rakyat dirugikan dan Pertamina menjadi pihak yang nyaris selalu di salahkan."Untuk itu mendesak Pemerintah membuat dan menegakkan regulasi secara berkeadilan di sektor hilir minyak dan gas (migas) terhadap perusahaan asing dan kewajiban mereka membangun infrastruktur di daerah daerah terpencil sebagai prasarat bagi keikutsertaan perusahan asing dalam bisnis hilir migas," tegas Daeng.(helmi).