INSA: Potensi Pajak dari Kapal Asing Hingga Rp12 Triliun/Tahun

  • Oleh :

Senin, 13/Apr/2015 06:14 WIB


JAKARTA (beritatrans.com) Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Perhubungan memanggil kalangan pengusaha pelayaran nasional untuk mendalami potensi penerimaan negara dari sektor pajak di bidang angkutan laut tremper rute luar negeri yang dilakukan kapal-kapal asing.Hasil kajian Indonesian National Shipowners Association (INSA), potensi penerimaan pajak, baik PPN dan PPh yang bersumber dari kapal-kapal asing pengangkut batu bara, Crude Palm Oil (CPO), offshore, kapal-kapal untuk proyek angkutan umum, dan kapal yang mengangkut komoditas ekspor lainnya berkisar antara Rp 5 triliun hingga Rp 12 triliun per tahun.Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto mengungkapkan, pemanggilan dilakukan otoritas pajak dan transportasi laut Indonesia untuk menghitung besaran potensi pajak yang dapat dikontribusikan kapal-kapal asing yang melakukan kegiatan pengangkutan batubara, CPO, dan hasil tambang lainnya."Ya benar, kami sudah dipanggil Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Perhubungan untuk mendalami potensi pajak atas kapal-kapal asing itu," kata Carmelita di Jakarta, Minggu (12/4).Carmelita mengatakan asosiasinya telah menjelaskan potensi pajak yang dapat dipungut dari kapal-kapal luar negeri yang melayani angkutan tremper atas komoditas ekspor Indonesia.Selama ini kapal-kapal asing tidak dipungut pajak, tapi kapal berbendera Indonesia yang melakukan kegiatan yang sama justru dipungut pajak, kata Carmelita.Dia mengatakan, mekanisme paling efektif untuk memungut pajak-pajak dari kapal-kapal asing yang mengangkut muatan ekspor Indonesia, yaitu mensyaratkan kapal-kapal asing tersebut menyerahkan bukti pembayaran pajak pada saat akan berangkat ke luar negeriKebijakan memungut pajak atas kapal asing yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia merupakan suatu yang lazim, karena kapal-kapal nasional juga mendapatkan perlakuan yang sama."Jika pemerintah fokus di sektor ini, maka pemerintah dapat mengubah sistem perpajakan yang selama ini diberlakukan bagi pelayaran nasional serta tidak mengubah kebijakan pajak final," katanya.Di sisi lain, Carmelita mengatakan, insentif kebijakan pajak bagi pelayaran nasional sudah sangat mendesak mengingat kompetisi pada era Asean Economic Comminity sangat ketat dan tren muatan yang menurun. Padahal negara-negara lain sudah siap untuk merebut pangsa pasar Indonesia karena dukungan kebijakan fiskal dari negara mereka.Kebijakan memberikan insentif fiskal itu merupakan amanat UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya pasal 56 dan 57. Insentif itu akan mendukung pertumbuhan usaha pelayaran nasional secara signifikan sehingga mampu menjamin peningkatan penerimaan negara dari sektor pelayaran. (anky).

Tags :