Puskepi: Mana Lebih Berbahaya, BBM Ron 88 Atau Rokok?

  • Oleh :

Sabtu, 18/Apr/2015 13:28 WIB


JAKARTA (beritatrans.com) -Pemerintah tidak pernah menyampaikan data berapa banyak rakyat di negeri ini yang rusak paru-parunya karena memakai BBM RON 88. Sementara, Pemerintah memaksa tidak memakai bahan bakar minyak (BBM) berkualitas (di atas RON 88) dengan alasan berbahaya terhadap manusia dan lingkungan sangat disayangkan."Ini yang patut disayangkan dan meski dikaji lagi. Mana yang lebih merusak paru-paru dan lingkungan, apa BBM RON 88 atau rokok," kata pengamat kebijakan energi, Sofyano Zakaria dalam pesan singkatnya di Jakarta, Sabtu (18/4/2015).Menurutnya, Pemerintah dan elit politik juga terlalu berlebihan menyikapi persoalan BBM ini. Ia mempertanyakan keterlibatan Pemerintah dalam mengatur harga BBMN non subsidi."Kita pasti setuju jika harga BBM subsidi saja yang diatur dan ditetapkan Pemerintah karena hal itu menyangkut APBN, tetapi tidak untuk harga BBM non subsidi," ketusnya.antrean kendaraan di SPBU"Jika ada badan usaha niaga umum yang mau jual BBM non subsidi lebih murah dari harga jual Pertamina misalnya, apa itu tidak boleh? Atau jika Pertamina selama ini menjual Pertamax lebih murah dari BBM Super-nya Sheel apa itu dilarang dan tidak boleh?" tanya Sofyano.Ia juga membandingkan BBM dengan beras dan rokok jika dikaitkan dengan hajat hidup orang banyak. "Mana yang lebih menyangkut hajat hidup rakyat banyak? Apakah Beras atau BBM? Setiap orang di negeri ini pasti makan nasi, tetapi ternyata tidak semua rakyat gunakan BBM secara langsung," ujarnya. Menurut dia, beras dan rokok lebih menyangkut hajat hidup orang banyak, tapi ternyata belum ada Undang-undang yang mengharuslan Pemerintah menetapkan dan mengatur harga kedua komoditi tersebut. "Mengapa bisnis beras dan rokok tidak diatur dengan berbagai peraturan dan tidak diawasi secara ketat sebagaimana terhadap BBM," katanya."Kita juga tahu bahwa rakyat sudah terbiasa makan beras miskin (raskin) dan terbiasa membeli dan makan beras yang kwalitas dan rasanya tidak jelas karena harganya murah. Tapi hal itu tidak pernah dipermasalahkan oleh para elit politik dan pemerintah," pungkas Sofyano.(helmi)

Tags :