Puskepi Pertanyakan Rekomendasi Tim Faisal Basri Soal "Pertamax"

  • Oleh :

Senin, 18/Mei/2015 15:44 WIB


JAKARTA (beritatrans.com) -Direktur Eksekutif Puskepi (Pusat Studi Kebijakan Publik), Sofyano Zakaria mempertanyakan sikap mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM), Faisal Basri yang resah dengan rencana Pertamina memunculkan Pertalite dan rencana kenaikan harga Pertamax. "Pertalite RON 90 adalah BBM Non Subsidi dan merupakan corporate action-nya Pertamina, sehingga bukan menjadi sebuah kesalahan," kata Sofyano Zakaria di Jakarta, Senin (18/5/2015)."Jika dengan adanya Pertalite menyebabkan Premium RON 88 dihapus, itu bukan kewenangan Pertamina tetapi menyangkut keputusan Pemerintah," kata Sofyano."Jika besok, Shell dan atau Total (pemilik SPBU asing-red) membuat produk BBM RON 90 dengan nama apapun selain Pertalite, dirasa perusahaan minyak swasta asing itu pasti tidak bisa dilarang dan dinilai melanggar UU," jelas Sofyano lagi.Selain itu, kata dia, kalau pun, Pertamina menaikan harga jual Pertamax (atau Shell dan Total juga melakukan hal yang sama-red). "Berapapun harganya dan menyebabkan masyarakat yang menggunakan Pertamax lari ke Premium juga merugikan Pemerintah/Negara," kilah Puskepi. "Jawabnya tidak. Karena Premium sudah tidak disubsidi oleh Pemerintah, sehingga tidak bermasalah dengan subsidi pemerintah dan APBN," tukasnya.Dengan demikian, papar Sofyano, tidak ada salahnya jika Pertamina (atau mungkin juga Shell dan Total) berencana mengkoreksi harga Pertamax dan menaikannya atau juga menurunkan harga jualnya."Jika Pertamina menaikan harga jual Pertamax dan menyebabkan pembeli Pertamax lari ke SPBU asing dan menggunakan produk Shell dan Total, maka hal itu juga tidal akan membuat BUMN ini terpuruk atau bangkrut," tandasnya."Ketika Pertamina mengkoreksi harga Pertamax sangat besar kemungkinan Shell dan Total juga akan mengikuti dengan menyesuaikan harga jual mereka," papar Sofyano.Di sisi lain, ketika kemudian harga jual Shell atau Total ternyata lebih murah dari harga Pertamax, Pertamina tetap sewaktu-waktu berpeluang untuk bisa mengkoreksi ulang harga Pertamaxnya."Sesungguhnya tidak ada yang harus diresahkan apalagi suatu kesalahan ketika Pertamina merencanakan memproduksi dan menjual Pertalite atau mengkoreksi harga jual Pertamax," ujarnya."Publik justru bisa menilai sebaliknya, jika pemerintah sampai tunduk dengan tekanan seseorang untuk memecat direksi Pertamina. Kasus itu akan menjadi blunder bagi Pemerintahan," tandas Sofyano.Mulai Hulu Sampai HilirTerkait masalah itu, Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamudin Daeng mengatakan, Tim Reformasi Tata Kelola Migas harus mulai dari hulu sampai ke hulir."Harus ada evaluasi semua kontrak migas yang merugikan negara hingga harga jual bahan bakar minyak (BBM)," kata Daeng.Dikatakan, usulan penghapusan premium hanyalah akal akalan untuk menghapus subsidi dan menaikkan harga BBM. "Kebijakan ini tidak relevan ditengah ambruknya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga harga yang dipicu kenaikan BBM. Kebijakan ini akan membesarkan perusahaan migas asing dan sekaligus melemahkan Pertamina," jelas Daeng.Menurutnya, tim reformasi secara sadar atau tidak sadar telah dimanfaatkan importir."Ada upaya pergantian importir dengan mafia baru yang memiliki kedekatan dengan penguasa sekarang, sehingga tim reformasi sangat getol mengubah aktor impor migas melalui pembentukan ISC dan liberalisasi dalam impor," tegas Daeng.(helmi)

Tags :