Keterbatasan Lingkungan Dan Energi di Indonesia

  • Oleh :

Rabu, 17/Jun/2015 16:07 WIB


JAKARTA (beritatrans.com) -Transportasi Indonesia sangat tidak efisien dan tidak efektif. Gagalnya system angkutan umum, booming kendaraan pribadi serta rendahnya performansi jalan menambah parah dan buruknya masalah emisi gas buang. Belum ada upaya ekstra dari pemerintah untuk menerapkan Travel Demand Management di kota-kota besar untuk menurunkan pemakaian kendaraan pribadi, menekan kemacetan, emisi gas buang, dan mahalnya perjalanan. Program angkutan massal kedepan sudah bukan merupakan wacana lagi, namun suatu keharusan untuk mengatasi permasalahan ini. Pemerintah harus berani menanamkan investasi dan merubah regulasi untuk mendorong agar kebijakan ini dapat berjalan dengan cepat. Perlu dikaji kembali penyerahan beberapa urusan transportasi kepada daerah serta model pembagian kewenangan dalam penanganan system transportasi. Sesungguhnyalah tantangan yang dihadapi sektor transportasi darat sangat besar dan komprehensif. Ini utamanya disebabkan oleh terjadinya defisit infrastruktur dan jasa pelayanan di semua lini: jaringan jalan, rendahnya produksi kereta api dan ketidakberdayaan angkutan umum. Semua fasilitas transportasi berada dalam tekanan besar yang muncul akibat kenaikan permintaan perjalanan yang sangat tinggi sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi, kependudukan, urbanisasi, kelangkaan energi, lingkungan, keterbatasan lahan, dan keterbatasan pembiayaan. Semua tekanan ini seakan-akan menafikan kemajuan yang sudah dicapai selama ini. Tantangan besar lainnya adalah terjadinya kesenjangan (gap) yang besar antar wilayah dalam sistem pasokan transportasi dan pelayanannya. Gap transportasi merupakan salah satu faktor utama terjadinya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Ada beberapa tindakan strategis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja sektor transportasi darat kedepan :Meninjau kembali kerangka hukum yang ada. Tujuannya adalah untuk menemu kenali hambatan dan kendala legal dalam pembangunan sistem infrastruktur dan jasa pelayanan transportasi. Hambatan dan kendala legal kemungkinan ada baik di UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, atau di Peraturan Menteri. Untuk kota-kota besar dan metropolitan seperti Jabodetabek, perlu dibentuk Badan Otoritas Transportasi yang berfungsi sebgai integrator dari perencanaan, pengoperasian, investasi, dan pembiayaan dari sistem transportasi perkotaan, khususnya untuk sistem yang besar seperti MRT, Monorel, dan BRT. Hal ini perlu payung hukum yang kuat.Pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi, produktivitas ekonomi, dan daya saing daerah tergantung kepada akses ke pasar yang dimungkinkan dengan adanya sistem transportasi lokal yang efisien dan efektif. Oleh karena itu perlu membangun transportasi di wilayah-wilayah timur Indonesia dan wilayah yang tertinggal untuk meningkatkan akses ke pasar dan kegiatan ekonomi lainnya serta untuk meningkatkan perekonomian wilayah tersebut.Saat ini opsi pembiayaan pembangunan dan penyediaan infrastruktur dan jasa pelayanan transportasi masih sangat terbatas dan terpusat pada APBN. Sementara itu peran BUMN masih sangat terbatas. Skema Public Private Partnership juga masih sangat langka. Kedepan mungkin dapat dipertimbangkanuntuk menerapkan prinsip user pay principle seperti road charges, road funds, dan road pricing. Di beberapa negara dilakukan subsidi silang dalam transportasi perkotaan. Ada beberapa alasan yang rasional, antara lain adalah redistribusi pendapatan dari The Urban Affluent yang captive terhadap kendaraan pribadi kepada masyarakat berpendapatan rendah yang captive terhadap angkutan umum. Alasan lain adalah internalisasi eksternalitas dari pemakaian kendaraan pribadi yang berlebihan. Terakhir, menciptakan kelembagaan transportasi yang solid yang didukung dengan SDM berkuaitasDemikian gambaran sekilas tantangan sebenarnya system transportasi darat Indonesia kedepan. Kalau saat ini kita hanya berkutat pada kegiatan menangani angkutan mudik, pelanggaran lalu lintas, pengaturan kemacetan dan sebagainya.Mungkin tidak berlebihan apabila kita menyebut transportasi darat Indonesia sedang mengalami Fenomena Katak Rebus (The Boiled Frog Phenomenon), atau istilah lain yang dipergunakan oleh Pak Darmaningtyas adalah Transportasi Mengundang Maut.System transportasi yang berujung pada keterpurukan bangsa. Periode 2015-2019 seharusnya menjadi masa dimana transportasi harus dibangun dengan cepat, masive, dan radikal untuk mengatasi defisit, gap dan bottlenecking. Trayektori-nya harus non-linier, dan kalau perlu eksponensial. Investasi pemerintah harus ditingkatkan dan investasi swasta harus difasilitasi sebaik-baiknya sebagai mitra kerja pembangunan yang sangat potensial mempercepat terbangunnya proyek-proyek infrastruktur. Jika ini gagal, adalah sangat mustahil bagi bangsa ini untuk mencapai tujuan sebagaimana tercantum dalam RPJPN sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, dan kita akan mewariskan anak cucu kita dengan masa depan yang suram.*Achmad Wildan,ATD.MT, Staf Pengajar PKTJ Tegal dan alumni STTD Bekasi

Tags :