Carmelita: INSA Geber 4 Agenda Besar Kokohkan Industri Maritim

  • Oleh :

Kamis, 13/Agu/2015 18:46 WIB


JAKARTA(beritatrans.com) - Assosiasi Pemilik Kapal Niaga Nasional (Indonesia National Shipowners Association/INSA), tetapkan empat agenda besar di sektor fiskal untuk mewujudkan industri maritim nasional.Empat agenda kerja yang sedang diperjuangkan yaitu penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap pembelian BBM kapal untuk pelayaran domestik, PPN atas bongkar muat barang pada jalur perdagangan internasional, PPN bagi kru kapal, dan PPN atas penjualan kapal milik kurang dari lima tahun.Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto mengatakan, empat agenda itu merupakan bagian dari program insentif pajak yang telah dikabulkan pemerintah. Salah satunya ialah pembatalan pengenaan pajak atau PPh final 1,2 persen dari penghasilan bruto.Kalau saja rencana tersebut tidak cepat-cepat dibatalkan, dipastikan industri pelayaran nasional akan makin tenggelam karena tidak mampu berkompetisi dengan pelayaran asing. Sebab pembebanan pajak tersebut bertentagan dengan program Poros Maritim yang tujuannya memajukan sektor kelautan atau maritim.Agenda yang diperjuangkan tersebut, sangat strategis bagi anggota INSA atau perusahaan pelayaran merah putih. Carmelita menilai, salah satu potensi penurunan daya saing pelayaran nasional terhadap pelayaran asing ialah terlalu banyaknya pembebanan pajak."Makanya kami mengajukan penghapusan pajak yang membebani pelayaran. Salah satunya PPN pembelian BBM untuk kapal domestik,"jasnya.Di tempat terpisah, Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Muhidin M. Said menegaskan, empat agenda besar yang diusung Ketua INSA harusnya direspon pemerintah. Dia menilai, keringanan pajak bagi kapal-kapal merah putih itu memiliki nilai strategis dalam mewujudkan program pemerintah di sektor angkutan laut atau maritim."Yang diusulkan itu cukup bagus dan strateegis. Bagaimana mau bersaing kalau pelayaran kita dibebani banyak pajak,"jelasnya.Sebagai negara maritim, kata Muhidin, idealnya pemerintah memberikan dukungan penuh kepada pelayaran. Seluruh pajak yang dinilai memberatkan sebaiknya dikurangi atau dihapus.Kendati demikian, ungkap Muhidin, DPR RI memahami dan ikut mendukung penuh upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak, asal tidak terlalu membebani. Terlebih kepada moda transportasi strategis, seperti kapal laut pengangkut komoditi.INSA, kata Muhidin, telah berhasil mengawal program azas cabotage, dengan penguasaan pasar domestik lebih dari 90 persen. Sekarang, dilanjutkan dengan pada pasar internasional (ekspor-impor)."Kita dorong mereka juga ikut mengambil pasar itu. Agar mnereka bisa bersaing, bebannya dikurangi," ujar Muhidin.Kebijakan pemerintah yang berpotensi menghambat, ungkapnya, harus dihilangkan. "Laut kita luas, pulau kita ribuan, moda transportasi laut harusnya terus didorong," tambahnya. AZAS CABOTAGE DPR RI akui program azas cabotage, mampu memutus ketergantungan Indonesia terhadap kapal-kapal asing, terutama untuk angkutan komoditi domestik. Kecuali kapal jenis khusus untuk offshore. Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Muhidin M.Said menuturkan hal itu terkait kinerja sektor pelayaran yang diakui mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dimana lebih dari 96 persen pangsa pasar domestik telah dikuasai kapal-kapal merah putih.Keberhasilan ini akan mendorong pelayaran merah putih pada angkutan luar negeri (ekspor-impor) yang dirancang melalui program beyond cabotage. Muhidin menilai, program itu menunjukan kemampuan kapal-kapal merah putih berkompetisi dengan pelayaran asing, terutama di kawasan ASEAN. "Sekarang memang angkutan sedang turun, tapi bukan berarti pelayaran kita terpuruk. Ada faktor lain diluar negeri, yang juga dirasakan banyak negara, tapi kinerja pelayaran kita tetap bagus," kata Muhidin, Minggu (9/8). Kendati diakui, penguasaan pangsa pasar angkutan luar negeri (ekspor-impor) oleh kapal-kapal merah putih masih rendah atau sekitar 10 persen. Namun dengan armada yang tersedia dan dukungan pemerintah serta idealisme yang tinggi para pemilik kapal, pelayaran nasional akan mampu menghadapi para pesaingnya di kancah internasional."Azas cabotage adalah harga mati, yang tidak bisa lagi ditawar-tawar," tegasnya.Program pemerintah yang dituangkan dalam Inpres 5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran tersebut, kata Muhidin seccara ekonomi berdampak luas bukan saja terhadap industry pelayaran tapi juga galangan kapal, perbankan, asuransi, kepelabuhanan, ketenagakerjaan, perdagangan dan, logistik."Dari aspek pertahanan dan keamanan negara kapal-kapal merah putih dapat dimobilisasi untuk kegiatan emergency. MIsalnya saja kalau terjadi musibah atau bencana alam," cetusnya.Ketua Umum Assosiasi Pemilik Kapal Niaga Nasional (Indonesia National Shippowners Association/INSA), Carmelita Hartoto, menuturkan beyond-cabotage adalah bagian dari program lanjutan. "Kami mendorong para pemilik kapal lakukan ekspansi untuk masuk ke pasar internasional, yang sekarang ini masih didominasi kapal-kapal asing," jelasnya.Terkait azas cabotage tersebut, masih ada pekerjaan besar yang harus diselesaikan INSA dan pemerintah. Yaitu asas cabotage di sektor offshore, karena untuk kapal-kapal khusus jenis tertentu, di antaranya seismic, survey geofisika dan survey Geoteknik masih menggunakan kapal berbendera asing.Tantangan kedua ialah, beyond cabotage,dimana kapal-kapal asing masih sangat dominan dengan penguasaan pangsa pasar sekitar 90 persen. Padahal, Januari 2016, pasar bebas ASEAN dimulai, dan Indonesia harus siap menghadapinya. (awe).

Tags :