Mengkaji Akar Masalah Terkait Kontrak Freeport Indonesia Dengan Bijak

  • Oleh :

Senin, 14/Des/2015 09:56 WIB


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Kegaduhan di panggung politik Indonesia terkait dengan Freeport Indonesia (Freeport) pada dasarnya hanya berkaitant dengan perpanjangan Kontrak Kerjasama Freeport Indonesia yang dilakukan di tahun 1991.Pada kontrak yang dibuat antara Pemerintah yang berkuasa saat itu dengan Freeport, banyak sekali restriksi atau penolakan yang membatasi gerak pemerintah. Kontrak yang berlaku tersebut mengacu dan berdasarkan UU serta peraturan yang dibuat 1991 dan sebelumnya, kata Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Indoensia (Puskepi) Sofyano Zakaria di Jakarta, Senin (14/12/2015).Jadi, paling tidak berdasarkan interpretasi pihak Freeport Indonesia, lanjut Puskepi, UU dan peraturan setelah itu (1991 dan seterusnya ) tidak mengikat pihak mereka.Kedua, di dalam kontrak tersebut (tahun 1991) juga disebutkan Freeport bisa meminta perpanjangan kontrak kerjasaman, kapan saja untuk jangka waktu selama 2x10 tahun.Perpanjangan kontrak harus disetujui Pemerintah dan Pemerintah tidak bisa menahan permintaan tersebut bahkan terhadap persyaratan yang bisa dinilai tidak wajar sekalipun, jelas Sofyano.Ketiga, kontrak Freeport di tahun 1991 tersebut , juga menyatakan bahwa keberadaan tambang tersebut tidak bisa dinasionalisasi. Jelas hal tersebut merupakan dilema bagi pemerintah yang berkuasa kemudian yang menghadapi permintaan perpanjangan Freeport, seperti yang terjadi saat ini, papar Sofyano yang juga penganat energy dan pertambangan itu.Dengan demikian maka hal yang kemudian bisa dilakukan dan atau diupayakan oleh Pemerintah saat ini hanyalah adanya merenegosiasi perubahan atau amandemen kontrak, agar selaras dengan aturan perundang undangan yang berlaku saat ini .Pemerintah harus melakukan perundingan atau negosiasi. Mungkin inilah upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah pada pertengahan tahun 2014 dengan membuat MOU yang intinya adalah merenegosiasi kontrak tersebut yang disepakati pada tahun 1991. Tentunya, Ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Meski diakui, akan ada pihak yang pro dan kontra terkait kesepakatan yang telah dituangkan dalam MOU tersebut, terang Sofyano.Pemerintah Harus CerdasDalam bernegosiasi dan dalam posisi seperti itu, menurut Puskepi, tentu Pemerintah harus cerdas dan kerjakeras untuk mampu meyakinkan pihak Freeport agar investor itu bersedia mengikuti beberapa persyaratan yang diajukan Pemerintah.Dalam renegosiasi ini, Freeport mungkin saja bersedia mengikuti beberapa permintaan tersebut. Tetapi tidak mungkin Freeport tidak mengajukan persyaratan yang menguntungkan bagi pihak mereka.Misalnya meminta Pemerintah menjamin dan berkewajiban memperpanjang kontrak sebagai jaminan atas kelanjutan bisnis mereka di NKRI sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kontrak Kerjasama di Tahun 1991, urai Sofyano.Terkait perpanjangan kontrak kerjasama, Freeport tentu telah mempelajari dengan seksama kontrak yang dibuat Pemerintah pada tahun 1991 dimana terdapat pasal yang memberi hak kepada Freeport untuk bisa membawa pelanggaran terhadap Kontrak yang tidak menguntungkan bagi mereka untuk bisa di gugat ke Badan arbitrase internasional.Dengan demikian, situasi ini tentunya akan membuat sSiapapun yang menjadi Menteri ESDM saat ini akan menghadapi dilema ini. Bagi pihak yang belum mengetahui secara detail persyaratan yang diatur dalam kontrak pada tahun 1991 tersebut, maka bisa saja berpendapat dengan mudah bilang jangan diperpanjang, kilah Puskepi.Namun jika ini dituruti Pemerintah dan ternyata kemudian Pemerintah digugat oleh Freeport melalui sidang Arbitrase Internasional dan ternyata kalah serta diharus membayar tuntutan ganti rugi yang diajukan Freeport. Pemerintah pun akhirnya bisa pula dinyatakan telah melakukan perbuatan yang nerugikan negara oleh pihak pihak tertentu, urai Sofyano.Disisi lain, menurut perhitungan Puskepi, Pemerintah akan pula menghadapi persoalan yang sangat pelik dan rumit apabila terjadi tidak diperpanjang kontrak Freeport itu, yaitu bagaimana dengan pendapatan negara dan pemda yang akan hilang selama terjadi penghentian operasi, bagaimana dengan begitu banyak pegawai Freeport yang kebanyakan orang Papua yang berada disekitar lokasi yang akan hilang pendapatannya dan multiplier effect yang lain.Dalam menghadapi Freeport, Pemerintah harus cerdas dan ramah investor ketika melakukan negosiasi dengan pihak investor seperti Freeport tentunya. Pemerintah juga harus mampu meyakinkan pihak Freeport bahwa dibelakang Pemerintah terdapat ratusan juta rakyat Indonesia yang harus diperjuangkan kepentingan nya bahwa perpanjangan kontrak Freeport harus memberikan manfaat dan keuntungan yang sebesar besarnya bagi rakyat dan bangsa ini, tegas Sofyano.(helmi)