Pertamina Tidak Boleh Untung, Tapi Labanya Justru Mencapai US$2,6 Miliar

  • Oleh : an

Kamis, 18/Feb/2016 19:42 WIB


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Keberhasilan PT Pertamina disektor hilir dalam meraih laba yang cukup besar di Tahun 2015, sangat mungkin menjadi perhatian dari pihak pihak tertentu. Hal ini tentu sangat menarik perhatian karena disaat harga minyak dunia yang sedang turun tajam dan perekonomian dunia juga ikut terpuruk, ternyata Pertamina di tahun 2015 mampu membukukan laba yang cukup besar sekitar US$2,6 miliar dan lebih separuhnya ternyata dihasilkan dari sektor hilir atau di sektor pemasaran dan Niaga.?Keberhasilan Pertamina tersebut tentuakan dan bisa dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Ada yang akan menilai sebagai prestasi yang membanggakan tetapi juga akan ada yang memandang dan menilai dari sudut kritis bahkan cenderung negatif, kata Direktur Puskepi Sofyano Zakaria di Jakarta, Kamis (18/2/2016). Bagi pihak tertentu yang punya sentimen negatif terhadap keberhasilan Pertamina, lajut dia, akan sangat bisa menyikapi keberhasilan pertamina dengan upaya-upaya yang mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda dan menyorot dari arah yang negatif.Keberhasilan Pertamina meraih laba bagus di sektor hilir bisa dinilainya misalnya karena mengorbankan masyarakat demi untuk mencapai keuntungan korporasi semata, jelas Sofyano lagi. Bahkan, menurut Puskepi, sangat mungkin ada sementara orang yang berusaha keras menyoroti keberhasilan itu dengan tujuan mengerdilkan BUMN energi ini dengan cara yang akan terkesan ilmiah, misalnya mengumpulkan dan mengolah data atas harga jual BBM yang masih dianggap tinggi dibanding harga pasar. Pertamina akan dinilainya selalu tidak transparan dan merekayasa mengambil keuntungan tinggi yang membuat Pertamina bisa tetap membukukan laba ditengah terpuruknya bisnis minyak, sebut Sofyano. Sorotan tersebut bahkan akan meluas dan melebar pula ke bisnis lain di Pertamina khususnya disektor Pemasaran dan niaga. Sorotan negatif tersebut biasanya akan dipublikasikan untuk menegejar simpati dan reaksi public, kilah Sofyano lagi. Pertamina Jual 100 Miliar LiterSejatinya, keberhasilan Pertamina tetap membukukan laba di tengah terpuruknya perusahaan migas internasional, akan sangat mudah disorot kebenarannya dengan berbagai data yang telah terpublikasikan baik oleh Pertamina maupun oleh Pemerintah. Sangat mudah untuk mencari tahu kenapa Pertamina khususnya disektor hilir, dulu rugi dan kenapa sekarang bisa untung tanpa mengorbankan kepen tingan masyarakat, papar Sofyano.Dengan cara mudah, tukas dia, orang awam bisa membuat analisa sederhana yang dengan cepat bisa dipahami bahwa sektor hilir Pertamina bisa untung besar karena volume produk yang dijual Pertamina. Ssecara keseluruhan Pertamina menjual berbagai produk, seperti BBM, LPG, Pelumas, Petrokimia dan lain-lain, jika itu seluruhnya disetarakan dalam jumlah liter, maka itu mencapai 100 juta kilo liter (KL) atau 100 Miliar liter. Kalau untuk setiap liter dari produk itu Pertamina memperoleh untung rata rata sebesar Rp100/ liter, maka itu berarti Pertamina sudah memperoleh keuntungan sebesar Rp10 trilyun, kilah Puskepi. Jadi, secara mudah bisa disimpulkan bahwa besarnya profit Pertamina itu lebih diutamakan akibat volume dari jumlah volume produk yang dijual serta kemampuan Pertamina melakukan efisiensi yang ini pernah dipublikasikan Pertamina ke publik yang mencapai US$280 juta hanya untuk efisiensi di sektor Pemasaran dan Niaga Pertamina saja. Sebagaimana diketahui, pada dasarnya Gross Margin BBM PSO yang dilaksanakan Pertamina adalah sebesar 1.4%, sedangkan untuk BBM Non-PSO adalah sebesar 2.8%. Dan publik dapat mudah mengetahui dari ketentuan yang dibuat Pemerintah terkait BBM PSO bahwa tidak ada komponen laba dalam penjualan BBM PSO (subsidi maupun penugasan, atau Premium dan Solar). Komponen laba terlihat jelas hanya ada dalam BBM non-PSO yang besarnya 5% - 10%, terang Sofyano.Para ekonom tentu dengan mudah bisa mengetahui bahwa jika Pertamina memperoleh untung di penjualan BBM PSO, maka itu disebabkan lebih karena akibat terjadinya penurunan harga minyak di pasar dunia juga hingga harga disesuaikan lagi oleh Pemerintah.Masyarakat juga sudah sangat tahu bahwa harga jual Premium dan Solar penetapannya bukanlah wewenang Pertamina tetapi adalah keputusan dan ditetapkan oleh Pemerintah dan harga itupun sudah ditetapkan dievaluasi dalam periode 3 bulan, urai Sofyano. Ada Perlakuan BerbedaSangat aneh jika masih ada sementara orang yang mempermasalahkan sektor hilir Pertamina membukukan keuntungan padahal dan seharusnya sebagaimana disyaratkan dalam UU BUMN bahwa BUMN harus memberi keuntungan bagi Pemerintah dan Negara tentunya. Perlakuan dan sikap memandang terhadap Pertamina sebagai sebuah BUMN juga sangat beda bila misalnya dibandingkan dengan sikap memperlakukan bumn seperti Garuda Indonesia misalnya, papar Puskepi. Nyaris tidak ada yang mempersoalkan BUMN Garuda Indonesia menetapkan harga jual tiket pesawat udara nya lebih mahal dari penerbangan swasta lainnya. Tetapi tidak demikian terhadap BUMN Pertamina? Pertamina dipahami publik sangat terkesan diposisikan sebagai BUMN yang hanya melayani dan dipaksa untuk menjadi BUMN yang mensubsidi masyarakat. Masyarakat tentu masih ingat, ketika Pertamina dipaksa menjual rugi elpiji 12kg yang terpaksa rugi sebesar Rp5 triliun /tahun. Nyaris tidak ada yang ?mempermasalahkan kerugian itu. Bahkan pada sektor penjualan BBM subsidi, mengenapa ketika Pertamina rugi Rp15 trilyun dari penjualan premium dan solar kok tidak ada yang bersuara dan memprihatinkan itu, tegas Sofyano.(helmi)