Hindari Pembajakan, KSOP Banjarmasin Larang Kapal-Kapal Berlayar ke Perairan Philipina

  • Oleh : an

Rabu, 20/Apr/2016 07:05 WIB


BANJARMASIN (BeritaTrans.com) - Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Trisakti Banjarmasin, Kalimantan Selatan, mengeluarkan surat edaran tentang larangan bagi kapal yang berlayar dari Banjarmasin menuju perairan Filiphina.Kepala KSOP Banjarmasin, M Takwin Masuku, di Banjarmasin, Selasa (19/4/2016), mengatakan, surat edaran tentang larangan berlayar tersebut didasarkan pada dua insiden pembajakan, yang terjadi di perairan Filipina yang melibatkan warga Kalimantan Selatan.Menurut Takwin, kejadian pembajakan kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang berlayar dari Banjarmasin ke Filipina pada 15 Maret 2016. Kemudian disusul pembajakan terhadap kapal tunda Henry dan kapal tongkang Cristi yang berlayar dari Filipina ke Tarakan pada 15 April 2016. Dari kedua pembajakan itu, semua anak buah kapal disandera, 10 WNI pada pembajakan pertama disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. Surat larangan tersebut, kata dia, juga berdasarkan perintah elektronik dari Direktur KPLP dan saran dari Pangkalan Utama TNI AL XIII/Tarakan, di Kalimantan Utara."Sehubungan dengan hal itu, untuk sementara kapal-kapal yang akan berlayar menuju Filipina, terutama untuk tujuan perairan barat Tawi-Tawi dan perairan Laut Sulu, dilarang hingga kondisi aman," katanya.Surat edaran larangan berlayar tersebut, untuk menjaga agar tidak ada lagi korban pembajakan yang diduga dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf sebagaimana terjadi sebelumnya.Nahkoda Kapal Oceanus 201, Alit Rukmana, mengatakan, larangan tersebut akan membawa dampak lebih baik bagi sektor pelayaran."Semoga dengan adanya surat ini, akan membawa kebaikan bagi dunia pelayaran, dan saya harap pemerintah lebih agresif bernegosiasi dan lainnya," katanya.Menurut Rukmana, pembajakan dan penyanderaaan sering terjadi di perairan tersebut, namun tidak sebesar tahun ini."Pembajakan besar-besaran baru dilakukan tahun ini, dengan menyandera banyak orang, kalau sebelumnya yang disandera hanya satu dua orang," katanya.Rukmana bercerita, ada beberapa rekannya yang pernah disandera, dan baru satu tahun kemudian dia kembali ke daerah, dengan kondisi yang memprihatinkan."Saya perhatikan, kondisi teman saya yang dibebaskan dari sandera, beberapa tahun lalu sangat memprihatinkan, seperti terkena gangguan mental, akibat sering ditekan," katanya.Dia berharap, pemerintah bisa segera membebaskan seluruh rekan-rekannya, yang kini sedang dalam penyanderaan, karena kasihan terhadap penderitaan keluarga yang disandera, maupun korbannya.(dar/ant)