Angkutan BBM Dan Elpiji Perlu Dispensasi Khusus

  • Oleh : an

Sabtu, 23/Apr/2016 20:55 WIB


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Proses distribusi bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji ke daerah terpencil dan terluar Indonesia memang dilematis. BBM dan elpiji masuk kategori bahan berbahaya dan harus ditangani khusus. "Tapi jika UU Pelayaran diterapkan secara konsisten, warga daerah terpencil terancam tak bisa mendapatkan BBM dan elpiji dengan jumlah, ukuran dan harga terjangkau," Direktur Puskepi Sofyano Zakaria kepada BeritaTrans.com di Jakarta, Sabtu (23/4/2016).?Mengingat jumlah penduduk di pulau pulau terpencil dan wilayah terluar Indonesia tergolong kecil, lanjut Sofyano, fakta yang ada selama ini, angkutan BBM dan elpiji disatukan dengan angkutan bahan pokok dan lain lain. ??"Namun mengingat adanya ketentuan Undang Undang terkait angkutan barang berbahaya tersebut, maka perusahaan pelayaran rakyat atau pemilik kapal kecil menjadi takut dan khawatir mendapatkan sanksi dari aparat penegak hukum," jelas Sofyano.Akibatnya mereka akan menolak mengangkut bbm dan elpiji tersebut. Konsekuensinya, bisa menyulitkan warga daerah terpencil untuk mendapatkan BBM dan elpiji. "Padahal, keduanya barang bersubsidi dan menguasai hajat hidup orang banyak," kilah Sofyano.??"?NKRI adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan sangat luas dengan batas-batas, hak-hak dan kedaulatan yang ditetapkan Undang Undang Dasar 1945. Selain itu dan juga menjadikan pertimbangan utama yang ditetapkan dalam Undang Undang RI No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran," terang Sofyano.Terganjal UU DibawahnyaNamun pada kenyataannya, kilah Puskepi, apa yang diamanahkan dalam UUD 1945 itu terganjal oleh ketentuan yang diatur dalam UU dibawahnya. ??"Namun mengingat BBM dan Elpiji merupakan Barang Publik sebagaimana dimaksud dengan UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayan Publik, maka sudah sepantasnya ketersediaan dan penyalurannya menjadi domain dan misi negara," saran Puskepi.Pemerintah wajib membuat kebijakan khusus terkait pelayaran dan pengangkutan BBM dan elpiji ke pulau pulau kecil dan atau terpencil tidak harus mengacu? sepenuhnya kepada ketentuan yang ditetapkan dalam UU Pelayaran, atau PP tentang Angkutan Perairan.?"Menteri Perhubungan harusnya bisa menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan terkait angkutan barang berbahaya (baca BBM dan elpiji) serta terkait angkutan untuk pulau-pulau kecil dan atau terpencil dengan tanpa mengenakan persyaratan khusus dan sanksi yang berlaku dalam UU Pelayaran," usul Sofyano.?Menurut catatan Puskepi, Kebijakan seperti ini pernah dilakukan pihak Kementerian Perhubungan dengan mengeluarkan Maklumat Penundaan Pemberlakuan Tarif PNBP terhadap Pengangkutan dan Pengawasan Barang Berbahaya yang mengacu kepada PP Nomor 11 tahun 2015. "Dalam Maklumat tersebut ternyata bisa ditetapkan dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut saja," sebut Sofyano.?Selanjutnya Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan RI serta Pemda setempat, harus duduk bersama membuat solusi yang tepat untuk mencegah dan memecahkan "ganjalan" terhadap pengangkutan BBM dan Elpiji bagi masyarakat di Pulau Pulau Kecil dan atau terpencil yang ada di wilayah NKRI.?"Ketersediaan dan penyaluran BBM dan elpiji yang merupakan misi negara dan berada pada pundak Pemerintah, harus berjalan sebagaimana diharapkan rakyat termasuk oleh rakyat miskin yang ada di pulau pulau kecil dan terpencil tersebut," terang Sofyano.Sementara, PT Pertamina sebagai badan usaha yang ditugaskan Pemerintah dalam penyediaan dan penyaluran Bahan Bakar bagi Rakyat, harus mendapat dukungan dari Pemerintah Pusat dan Daerah.Ketersediaan dan penyaluran BBM dan elpiji yang dibebankan kepundak Pertamina bisa terselenggara sebagaimana di harapkan Pemerintah."Tugas berat itu bisa dijalankan oleh BUMN seperti Pertamina jika Pemerintah menjamin keberlangsungan penyaluran tanpa terganjal oleh Peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah itu sendiri," tegas Sofyano.(helmi)

Tags :