Rieke: OJK, KPK Dan BPK Sepatutnya Selidiki Peran DB Hong Kong Dalam Perpanjangan Kontrak JICT

  • Oleh :

Rabu, 04/Mei/2016 02:07 WIB


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK), KPK dan BPK sudah sepatutnya menyelidiki kasus Deutsche Bank (DB) Hong Kong dan pihak-pihak dari Indonesia yang diduga melakukan rekayasa keuangan dalam kasus perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT).Hal itu ditegaskan anggota DPR Rieke Diah Pitaloka sehubungan terbongkarnya kasus Deutsche Bank (DB) Inggris melakukan tindak pencucian uang dan pendanaan teroris. Selain itu, tambahnya, Pansus Pelindo II DPR RI sendiri menemukan banyak permasalahan terkait dengan peran DB Hong Kong dalam perpanjangan kontrak JICT kepada Hutchison Port Holding (HPH).Berdasarkan temuan Financial Conduct Authority (FCA) , aktivitas ilegal DB Inggris telah berlangsung lama dengan melibatkan manajemen dan pejabat senior DB, kata Rieke mengutip Harian Kompas terbitan 3/5/2016.Dalam siaran persnya Selasa (3/5/2016), Rieke mengatakan Laporan FCA tersebut mengingatkan kembali dugaan keterlibatan Deutsche Bank Hong Kong dalam financial engineering pada perhitungan perpanjangan kontrak pelabuhan petikemas terbesar Indonesia, JICT.Ketua Pansus Pelindo II itu mengatakan DB secara sengaja melakukan under value sehingga harga perpanjangan JICT kepada Hutchison Port Holding (HPH) bisa sangat murah. Saat rapat dengan Pansus Pelindo II, Direktur DB Hong Kong Tzi Ying Leong mengaku melakukan kesalahan sepele karena ceroboh menarik data Excel ke Power point. Rieke mengatakan untuk perusahaan dengan reputasi 10 terbaik dunia, kesalahan tersebut tentu tidak bisa diterima akal. Selain itu ada beberapa temuan lain terkait aksi DB dalam mengarahkan perpanjangan kontrak JICT di 2015, sebelum jatuh tempo 2019 (saat saham 100% milik Indonesia sesuai kontrak perjanjian pertama). Perpanjangan itu dapat terlaksana atas ijin prinsip yang dikeluarkan Menteri BUMN Rini Soemarno.Berdasarkan perhitungan tim gabungan antara Bahana Sekuritas dan Financial Research Institute (FRI), manfaat bagi Pelindo II Rp36,5 trilyun lebih besar jika mengoperasikan JICT secara mandiri dibanding memperpanjang kontrak dengan HPH. Artinya, keuntungan sebesar itu tidak jatuh ke Indonesia tapi ke pihak Hong Kong (HPH).Pansus Pelindo IIDPR RI pada poin dua rekomendasinya menegaskan :"Pansus meminta kepada OJK untuk menyelidiki konflik kepentingan dan manipulasi DB dalam melakukan valuasi dan memberikan pinjaman sindikasi bank luar negeri selaku kreditur. Pansus merekomendasikan pemerintah untuk memberi sanksi keras kepada DB yang terindikasi melakukan fraud (penipuan) dan financial engineering (rekayasa keuangan) yang merugikan negara", tutur Oneng panggilan Rieke Diah Pitaloka.Dia menambahkan pemerintah sudah seharusnya menindaklanjuti hasil temuan pansus terkait DB. Karena penguasaan aset negara oleh asing tak lagi dilakukan dengan invasi senjata.Tapi di era globalisasi dan pasar bebas, isu financial global, termasuk melalui perbankan dan offshore, menjadi suatu model penjajahan gaya baru.Indikasi kejahatan keuangan yang dilakukan DB harus dilihat sebagai ancaman terhadap kedaulatan bangsa ini, termasuk menguasai aset negara dengan kedok bisnis."Kita tidak anti asing, tapi sama dengan bangsa dan negara mana pun, kita tidak boleh diam jika ada pihak mana pun bertindak seenaknya di Indonesia, dengan alasan apa pun termasuk alasan bisnis," kata Rieke. (wilam)

Tags :