KKP Beri Keringanan Pada Pemilik Kapal Nakal

  • Oleh :

Senin, 05/Sep/2016 16:36 WIB


JAKARTA (beritatrans.com) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) semakin memantapkan langkahnya untuk menjalankan mandat Presiden Joko Widodo melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Sebagai langkah awal, KKP telah melakukan sejumlah evaluasi terkait kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan. Salah satunya adalah memberikan keringanan bagi pemilik kapal nakal yang memalsukan ukuran kapal, berupa markdown amnesty.Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP)Susi Pudjiastuti mengatakan, penertiban ini dilakukan sesuai dengan skema pelaporan dan pengukuran ulang ukuran kapal. Selama ini, kapal-kapal berukuran besar seperti di atas 30 GT banyak memalsukan ukurannya (markdown). Menurut Susi, bila pemerintah sekarang melakukan tax amnesty, sebetulnya KKP sudah melakukan hal serupa. Tidak hanya dengan mengurangi policy, namun juga pengetatan kepada praktik pengurusan dokumen kapal. "Tidak ada satupun, saya rasa tokoh masyarakat atau pengusaha sekarang saya kriminalisasikan. Kecuali memang yang kaitannya dengan human trafficking dan drugs smuggling atau yang lainnya yang memang sudah di luar diskresi atau otoriti saya untuk menyetop itu akan lanjut, jelas Susi di Jakarta, Senin (5/9/2016). Menurutnya, markdown dilakukan pemilik kapal dengan memanipulasi bobot kapal menjadi di bawah 30 GT agar membayar pajak Pungutan Hasil Perikanan (PHP) lebih rendah serta mendapatkan BBM bersubsidi. Melaui program markdown amnesty inilah, nelayan atau pemilik kapal cukup membayar sejumlah tarif yang nantinya masuk ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan melakukan pengukuran ulang. Selain melakukan markdown amnesty, KKP juga melakukan evaluasi pada pengukuran kapal. KKP dengan Kementerian Perhubungan akan melakukan kerja sama dengan dibentuk sebuah Samsat khusus untuk pengurusan dokumen/akte kapal. Pengukuran kapal, kita bikin samsat bersama dengan Kemenhub. Saya juga menghimbau, bagi yang manipulasi gross, saat ini ada amnesty. Jadi jangan takut jika saya kriminalisasikan. Nah sekarang waktunya mengurus ijin-ijin, tegas Susi. Susi pun optimistis dengan hadirnya Inpres No.7 Tahun 2016, dapat mempermulus langkah KKP dalam menjalankan program-programnya, terlebih untuk program pembangunan 15 pulau terluar sebagai Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT), serta peningkatan kesejahteraan nelayan. Dengan Inpres ini, saya juga akan mendorong hasil perikanan dari selatan, timur Indonesia dan utara Indonesia langsung ke internasional, meski semuanya saya sadari butuh proses, pungkas Susi. (albi)