Belajar Dari SBY & Agus Soal Sikap Kenegarawanan

  • Oleh :

Minggu, 19/Feb/2017 09:37 WIB


BEKASI (BeritaTrans.com) - Pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak di 101 daerah pada Rabu, 15 Februari 2017, telah berlangsung dengan aman dan damai.Di sebagian daerah, penghitungan suara sudah hampir rampung 100 persen. Publik sudah menebak siapa pemenang setelah mendapat informasi dari quick count lembaga survey dan real count. Meski demikian, hasil real count pilkada belum diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).Kalkulasi final oleh KPU tentu saja berpeluang untuk digugat oleh pasangan calon kepala daerah, yang dinyatakan kalah. Gugatan itu amat dimungkinkan dan sah saja dalam demokrasi.Hanya saja, gugatan dengan proses berlarut-larut, bahkan menimbulkan konflik horisontal, tentu berpotensi mengganggu proses politik di daerah, terutama dalam hal penetapan pemenang sekaligus pelantikan kepala daerah. Selanjutnya akan berimplikasi negatif dalam perjalanan roda pemerintahan di daerah, termasuk di dalamnya proses pembangunan. Karena multiefek, maka ada baiknya kita belajar dari sikap kenegarawanan yang diperlihatkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).Saat menjadi presiden, SBY orang pertama yang menyampaikan selamat kepada calon presiden (capres) Jokowi setelah diumumkan sebagai pemenang Pilpres tahun 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa (22/7/2014).Saya ketahui presiden sudah telepon Pak Jokowi semalam, kata Julian di kompleks Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/7/2014).Posisi Partai Demokrat memang secara resmi netral dalam pilpres tahun 2014. Namun publik memahami ada permasalahan komunikasi antara SBY dengan Megawati, ketua umum PDIP, yang mengusung Jokowi sebagai capres.Sikap kenegarawanan ternyata ditularkan ke puteranya, Agus Harimurti Yudhoyono. Sebagai kandidat gubernur DKI Jakarta nomor urut satu, AHY bersegera mengakui kekalahannya meski baru versi hitung cepat pilkada DKI Jakarta.Agus menyatakan dirinya secara kesatria kalah dalam pertarungan Pilkada DKI Jakarta. "Secara kesatria dan dengan lapang dada menerima kekalahan saya dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta," kata Agus, Kamis (16/2/2017).LAPANG DADABapak dan anak itu tampak matang betul dalam berdemokrasi. Tentu patur ditiru. Kalah dan menang adalah keniscayaan dan wajar. Betapa pun pahitnya, sikap dan lisan yang tampak adalah kenegarawanan. Berlapang dada menerima hasil dari proses demokrasi.Sikap ini selain bernilai amat mulia dalam demokrasi, juga menutup kemungkinan munculnya gejolak sosial. Situasi dan kondisi yang dibangun adalah aman dan damai.Kalau saja, kelak ketika KPU mengumumkan hasil final rekapitulasi, seluruh pasangan calon dapat menerimanya dengan lapangan dada. Namun bila dinilai terdapat indikasi kecurangan, maka penyelesaian ditempuh adalah koridor hukum.Bukan menyelesaikannya dalam proses politik atau membangun konflik, yang pada tataran akar rumput menimbulkan gejolak sosial. Bila gejolak sosial muncul, maka akan semakin berat kerja Polri dan TNI untuk meredam dan mendamaikannya.Indonesia diwariskan oleh pendahulu kita untuk dibangun menjadi negara demokrasi. Bukan menjadi negara yang gagal. (Agus Wahyudin/Direktur Institut MD9).