Pengembangan Bandara Terkendala Pembebasan Lahan

  • Oleh :

Selasa, 26/Jun/2012 19:37 WIB


Direktur Utama PT Angkasa Pura (AP) I Tommy Soetomo mengakui ijin pembebasan lahan menjadi kendala pengembangan bandara di Indonesia. Padahal, 7 dari 13 bandara yang dikelola AP I telah melampaui kapasitas tampung (over capacity), antara lain Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bandara Djuanda, Surabaya, Bandara Sepinggan, Balikpapan, Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, Bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin, Bandara Ahmad Yani, Semarang, Bandara El Tari, Kupang. "Misalnya, Bandara Syamsudin Noor, Balikpapan, masalah tanahnya belum beres. Kemudian, Bandara Ahmad Yani, Semarang juga belum bisa bangun karena masalah tanahnya," katanya yang juga dihadiri Wakil Menteri Perhubungan, Direktur Jenderal Perhubungan, Direktur PT Angkasa Pura II, Duta Besar Amerika Serikat usai pelaksanaan Global Airport Indoesia di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (25/6).Menurut Tommy, tingkat pertumbuhan penumpang dalam lima tahun terakhir mencapai 15%. Sedangkan, pengembangan bandara mengalami kendala dalam ijin pembebasan lahan. "Masalah utama kita, bagaimana kecepatan membangun itu paling tidak bersamaan dengan kecepatan pertumbuhan penumpang," terangnya.Ia mengungkapkan baik API maupun APII merencanakan bandara komersial mengusung konsep Airport City. Konsep tersebut dibuat untuk menjadikan bandara tidak lagi hanya sekedar tempat beroperasinya operator pesawat, naik turunnya pesawat, bongkar muat dan pergerakan penumpang, tetapi menjadi bisnis. "Bandara sekarang ini telah menjadi tempat terpadu dari pusat perbelanjaan mewah, tempat konferensi dan pameran, hotel dan penginapan, bussines park, pengiriman barang (kargo), industry park, pusat hiburan dan lain sebagainya, bagaikan fasilitas yang lengkap dari sebuah kota," jelasnya.Tommy menjelaskan bandara yang dikembangkan sebagai Airport City mampu menghasilkan kontribusi ekonomi kepada para pemangku kepentingan, masyarakat sekitar dan dalam arti yang lebih luas menciptakan kesempatan kerja yang banyak, mendorong investasi, mendorong perdagangan dan kegiatan pariwisata. "Konsep Airport City telah efektif diadopsi oleh banyak bandara terbaik di dunia, dan telah terbukti menjadi instrumen dalam peningkatan kualitas layanan terhadap pelanggan dan meningkatkan pendapatan operator bandara," ucapnya.Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bhakti Singayuda Gumay mengungkapkan dalam Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 2012 mengatur akan pembangunan maupun pengembangan bandar udara, pendanaan, kerjasama pembangunan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Indonesia, serta pelestarian lingkungan hidup di bandar udara. "Selama ini orang berpikir bandar udara itu hanya milik pemerintah, ke depannya semua pihak seperti Pemda, BUMN, BUMD dan swasta bisa membangun bandar udara, namun harus dibuktikan bahwa dia mampu membangun dan menyelenggarakannya, jadi liberalisasi di bandar udara ini dapat lebih dikembangkan," jelasnya.Di sisi lain, PP juga mengakomodasi komitmen terkait pembiayaan dalam pembangunan bandar udara. "Pemrakarsa dalam melaksanakan pembangunan bandar udara perlu membuat bukti kemampuan financial, yaitu tanda bukti modal disetor untuk Badan Hukum Indonesia atau pernyataan kesanggupan untuk pembiayaan pembangunan bandar udara untuk Pemda, BUMN, dan BUMD," tuturnya.Herry menjelaskan dalam pembangunan dan pengembangan bandar udara di Indonesia kiranya harus mengacu kepada rencana induk bandar udara, mempertimbangkan kebutuhan jasa angkutan udara, pengembangan pariwisata, pengembangan potensi daerah dan nasional, keterpaduan intermodal dan multimoda, kepentingan nasional, keterpaduan jaringan rute angkutan udara, dan pelestarian lingkungan hidup bandar udara, serta memenuhi standar keselamatan dan keamanan penerbangan. "Perlu adanya studi kelayakan, jadi jangan hanya euforia ingin membangun bandara. Dalam visible study nanti akan terlihat potensinya daerahnya, apakah layak atau tidak untuk dibangun bandara," jelasnya.Direktur Kebandarudaraan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Bambang Tjahjono menambahkan izin mendirikan bangunan bandar udara diberikan oleh Menteri sesuai dengan pedoman teknis bangunan gedung yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan pedoman teknis bangunan gedung yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi bangunan gedung. Selanjutnya pemrakarsa berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah terkait dengan kesesuaian rencana pembangunan dan pengembangan bandar udara dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan Kabipaten/Kota."Izin mendirikan bangunan bandar udara diterbitkan setelah memenuhi persyarata bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan, rekomendasi yang diberikan oleh instansi terkait terhdap utilitas dan aksesibilitas dalam penyelenggaraan bandar udara, bukti penetapan lokasi bandar udara, rancangan teknik terinci fasilitas pokok bandar udara, dan kelestarian lingkungan," jelas Bambang. (ali)